Sabtu, 15 Desember 2012

Tafsir Tahlili


BAB I
PENDAHULUAN


A.               Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kallamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman hidup umat manusia agar bisa selamat di dunia dan di akhirat. Maka dari itu, kita sebagai umat manusia harus bisa memahami isi kandungan ayat-ayat Al-Qur’an agar dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk bisa memahami isi kandungannya lahirlah ilmu tafsir.
Ilmu tafsir menurut beberapa ulama dibagi menjadi empat macam yaitu, tafsir Tahlili, tafsir Ijmali, tafsir Muqaran, dan tafsir Mawdlu’i. Namun, yang akan kita bahas kali ini yaitu tentang tafsir Tahlili.
Tafsir Tahlili adalah ilmu tafsir yang menafsirkan Al-Qur’an secara detail dari mulai ayat demi ayat, surat demi surat ditafsirkan secara berurutan, selain itu juga tafsir ini mengkaji Al-Qur’an dari semua segi dan maknanya. Tafsir ini juga lebih sering digunakan daripada tafsir-tafsir yang lainnya.
Beberapa ulama membagi tafsir Tahlili menjadi beberapa macam yaitu, tafsir ma’tsur, tafsir ra’yi, tafsir Shufi, tafsir Fikih, tafsir Falsafi, tafsir ‘Ilmi, dan tafsir Adab Al-Ijtima’i.


B.        Rumusan Masalah                                                       
Ø  Apa  metode tafsir Tahlili itu
Ø  Apa ciri-ciri dari tafsir Tahlili
Ø  Contoh tafsir Tahlili
Ø  Apa kelebihan dan kekurangan tafsir Tahlili
C.      Tujuan Penulisan
ü  Memahami definisi dari tafsir Tahlili
ü  Mengetahui ciri-ciri tafsir Tahlili
ü  Mengetahui kelebihan dan kekurangan tafsir Tahlili
                                                      


BAB II
PEMBAHASAN



A.               Pengertian Tafsir Tahlili
Sebelum kita mendefinisikan tentang metode tafsir Tahlili, ada baiknya kita mendefinisikan pengertian dari metodologi tafsir itu sendiri. Metodologi tafsir adalah suatu pengetahuan mengenai cara yang ditempuh dalam menelaah, membahas, dan merefleksikan kandungan ayat-ayat Al-Qur’an secara apresiatif berdasarkan kerangka konseptual tertentu sehingga menghasikan suatu karya tafsir yang representatif.[1]  Orang yang menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an disebut mufasir. Metode tafsir oleh para ulama dibagi menjadi empat macam, yaitu Tafsir Tahlily, Tafsir Ijmaly, Tafsir Muqaran, Tafsir Mawdlu’y.
            Dari beberapa macam metode tafsir di atas, yang kita akan bahas kali ini adalah tentang tafsir Tahlili. Tafsir Tahlili merupakan metode tafsir ayat-ayat Al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya, sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufasir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.[2]
            Selain itu, ada juga yang menyebutkan  tafsir tahlili adalah tafsir yng mengkaji ayat-ayat Al-Qur’an dari segala segi dan maknanya. Seorang pengkaji dengan metode ini menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, ayat demi ayat dan surat demi surat, sesuai dengan urutan dalam mushhaf Utsmany. Untuk itu ia menguraikan kosa kata dan lafadz, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju dan kandungan ayat, yaitu unsur  i’jaz, balaghah dan keindahan susunan kalimat, menjelaskan apa yang diistinbathkan dari ayat, yaitu hukum fikih, dalil syar’i, arti secara bahasa, norma-norma akhlak, aqidah atau tauhid, perintah, larangan, janji, ancaman, haqiqat, majaz, kinayah, dan isti’arah.[3] Di samping itu juga mengemukakan kaitan antara ayat-ayat dan relevansinya dengan surat sebelum dan sesudahnya (Ali Hasan ‘Arid, 1994:41)[4]. Dengan demikian sebab nuzul ayat atau sebab-sebab turun ayat, Hadits-hadits Rosulloh SAW dan pendapat para sahabat dan tabi’in-tabi’in sangat dibutuhkan.
                Maka, tafsir tahlili merupakan ilmu tafsr yang menafsirka ayat-ayat Al-Qur’an secara berurutan dari ayat per ayat sesuai urutan pada mushaf utsmani, menjelaskan setiap ayatnya secara detail yang meliputi beberapa hal antara lain, isi kandungan ayatnya, asbab al nuzulnya, dan lain-lain.
            Metode tafsir Tahlili ini sering dipergunakan oleh kebanyakan ulama pada masa-masa dahulu. Namun, sekarangpun masih digunakan. Para ulama ada yang mengemukakan kesemua hal tersebut di atas dengan panjang lebar(ithnab), sepeti Al-Alusy, Al-Fakhr Al-Razy, Al-Qurthuby dan Ibn Jarir Al-Thabary. Ada juga yang menemukakan secara singkat(ijaz), seperti Jalal al-Din Al-Shuyuthy, Jalal al-Din Al-Mahally dan Al-Sayyid Muhammad Farid Wajdi. Ada pula yang mengambil pertengahan (musawah), seperti Imam Al-Baydlawy, Syeikh Muhammad ‘Abduh, Al-Naysabury, dll. Semua ulama di atas sekalipun mereka sama-sama menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan metode Tahlili, akan tetapi corak Tahlili masing-masing berbeda.[5]
Para ulama telah membagi wujud metode tafsir Tahlili menjadi tujuh macam, yaitu tafsir bil Ma’tsuri, tafsir bir Ra’yi, tafsir Shufi, tafsir Fikih, tafsir Falsafi, tafsir ‘Ilmi, tafsir Adab al-ijtimi’i.
1)      Tafsir Tahlili bentuk Ma’tsuri / tafir bi al-Ma’tsuri (riwayat)
Tafsir bil Ma’tsuri yaitu menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan ayat-ayat lain, dengan sunnah nabi SAW, dengan pendapat sahabat nabi SAW, dan dengan perkataan  tabi’in. Menurut Subhi as-Shalih, bentuk tafsir seperti ini sangat rentan terhadap masuknya pendapat-pendapat di luar islam, seperti kaum zindiq Yahudi, Parsi, dan Parsi, dan masuknya hadits-hadits yang tidak shahih(Subhi as Shahih, t.th)[6]
2)      Tafsir Tahlili Bentuk bir Ra’yi / tafsir bi al-Ra’yi
Tafsir bir Ra’yi merupakan cara penafsiran Al-Qur’an dengan dan penalaran dari mufasir itu sendiri. Mufasir dalam metode ini diberi kebebasan dalam berpikir untuk menafsirkan Al-Qur’an. Hal tersebut tentu dibatasi oleh kaidah-kaidah penafsiran Al-Qur’an, agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang dalam menafsirkan Al-Qur’an.
3)      Tafsir Tahlily Bentuk Shufi
Tafsir Shufi mulai berkembang ketika ilmu-ilmu agama dan sains mengalami kemajuan pesat serta kebudayaan Islam tersebar di seliruh pelosok dunia dan mengalami kebangkitan dalam segala seginya. Tafsir ini lebih menekankan pada aspek dan dari sudut esoterik atau isyarat-isyarat yang tersirat dari ayatnoleh para tasauf.[7] Metode bentuk ini dibagi menjadi dua yaitu, teoritis dan praktis.[8]
Dalam bentuk teoritis, mufasir menafsirkan Al-Qur’an  dengan menggunakan mazhabnya dan sesuai dengan ajaran-ajaran mereka. Mereka menta’wilkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan penjelasan yang menyimpang dari pengertian tekstual yang telah dikenal dan didukung oleh dalili Syar’i. Sedangkan dalam bentuk praktis, mufasir menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan berdasarkan isyarat-isyara tersembunyi.[9]
      4.    Tafsir Tahlili Bentuk Fikih
            Tafsir Fikih adalah tafsir yang menekankan pada tinjauan hukum dari ayat yang di tafsirkan.[10] Tafsir ini banyak di temukan dalam kitab-kitab fikih yang dikarang oleh imam-imam dari berbagai mazhab yang berbeda.[11]


      5.    Tafsir Tahlili Bentuk Falsafi  
            Tafsir Falsafi merupakan ilmu tafsir yang menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan filsafat. Pendekat filsafat yang digunakan adalah  pendekatan yang berusaha melakukan sintesis dan siskretisasi antara teori-teori filsafat dengan ayat-ayat Al-Qur’an, selain itu juga menggunakan pendekatan yang berusaha menolak  teori-teori filsafat yang dianggap bertentangan dengan ayat-ayat Al-Qur’an.[12]
      6.    Tafsir Tahlili Bentuk ‘Ilmi
            Tafsir ini mulai muncul akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat, sehingga tafsir ini dalam menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan almiah atau dengan menggunakan teori-teori ilmu pengetahuan. Dalam tafsir ini mufasir berusaha mengkaji Al-Qur’an dengan dikaitkan dengan gejala atau fenomena-fenomena yang terjadi di alam semesta ini. Namun, yang sangat disayangkan adalah pada tafsir ini terbatas pada ayat-ayat tertentu dan bersifat parsial, terpisah dengan ayat-ayat lain yang berbicara pada masalah yang sama.[13]
      7.    Tafsir Tahlili Bentuk Adab Al-Ijtima’i Adab Al Ijtima’i 
            Tafsir adalah suatu metode tafsir yang coraknya menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat Al-Qur’an yang brkaitan dengan langsung dengan kehidupan kemasyarakatan, serta usaha-usaha untuk menanggulangi penyakit-penyakit atau masalah-masalah kemasyarakatan berdasarkan petunjuk Al-Qur’an dengan mengemukakannya menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan indah didengar(Quraish Shihab, 1997:73).[14]
            Jadi, metode tafsir tahlili ini dibagi oleh beberapa ulama menjadi beberapa macam, yaitu tafsir bi al-Ma’tsuri, bi al-Ra’yi, Shufi, Fikih, Falsafi, ‘Ilmi, dan Adab al-Ijtima’i. Semua bentuk tafsir tahlili memiliki ciri khasnya sendiri-sendiri. Tafsir bi al ma’tsuri adalah tafsir yang penafsirannya dengan menggunakan ayat-ayat lain, riwayah nabi SAW, sahabat, dan tabi’in. Tafsir bi al ra’yi adalah tafsir yang penafsirannya menggunakan metode ijtihad dan penalaran. Tafsir shufi adalah tafsir yang menekankan pada isyarat-isyarat yang terdapat pada ayat yang dikemukakan oleh tasauf. Tafsir fikih adalah tafsir yang menekankan pada tinjauan hukum dari ayat yang ditafsir. Tafsir falsafi adalah tafsir yang menafsirkan Al-Qur’an dengan pendekatan filsafat. Tafsir ‘ilmu adalah tafsir yang menggunakan pendekatan ilmiah atau teori-teori ilmu pengetahuan. Dan yang terakhir tafsir adab al-ijtima’i adalah tafsir yang menjelaskan kepada hubungan dengan kemasyarakatan.
B.      Ciri-ciri Tafsir Tahlili
            Metode Tafsir tahlili mamiliki ciri khusus yang membedakannya dari metode tafsir lainnnya, cirri-cari tersebut adalah :
            1.    Mufasir menafsirkan ayat per ayat sesuai dengan urutan dalam mushaf                         ustmani, yaitu dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri oleh surat                         An-Nas.
            2.         Mufasir menjelaskan makna yang terkandung dalam Al-Qur’an                        secara komprehensif dan menyeluruh, baik makna harfiah setiap kata               maupun asbabun nuzulnya.
            3.    Bahasa yang digunakan metode tahlili tidak sesederhana yang dipakai               metode tafsir ijmali.

C.      Contoh-contoh Tafsir Tahlili
          Ada cukup banyak contoh tafsir tahlili, antara lain:[15]
Ø  Contoh tafsir tahlili dalam bentuk bi al-ma’tsuri yang menafsirka Al-Qur’an dengan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Rasullullah SAW untuk menjelaskan sebagian kesulitan yang ditemui oleh para sahabat semasa Rasulullah SAW masih hidup. Seperti penafsiran hadits Rasulullah SAW terhadap pengertian الغضو ب عليهم     dan  الضا لين  (Q.S. 1:7), penjelasan beliau tentang firman Allah الذ ين امنواولم يلبسواايمانهم بظلم   (Q.S. 6:82) dan firman Allah يايهاالذين امنوااتقواالله حق تقاته   (Q.S. 3:102) dan lain-lain.
Ø  Contoh yang dalam bentuk shufi, yaitu Al-Alusy berkata tentang isyarat yang diberikan oleh firman Allah (Q.S. 2:45), sebagai berikut  واستعينوابالصبروالصلوة وانها لكبيرةالاعلى الخشعين 
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu berat, kecuali bagi orang-orang yang khusu’”.
Bahwa shalat adalah sarana untuk memusatkan dan mengkonsentrasikan hati untuk menangkap tajally (penampakan diri) Allah dan hal ini sangat berat, kecuali bagi orang-orang yang luluh dan lunak hatinya untuk menerima cahaya-cahaya dari tajally-tajally Allah yang amat halus dan menangkap kekuasaan-Nya yang perkasa. Merekalah orang-orang yang yakin, bahwa mereka benar-benar berada di hadapan Allah dan hanya kepada-Nyalah mereka kembali, dengan menghancurkan sifat-sifat kemanusiaan mereka (fana’) dan meleburkannya ke dalam sifat-sifat Allah (baqa’), sehingga mereka tidak menemukan selain eksistensi Allah sebagai Raja yang Maha Halus dan Maha Perkasa.
            Dari beberapa contoh di atas, kita dapat mengetahui bahwa tafsir tahlili itu menjelaskan ayat-ayat  Al-Qur’an sesuai dengan bentuknya atau mempunyai karakter tersendiri.Selain itu, masih ada banyak lagi contoh dari tafsir tahlili.
          Ada cukup banyak contoh kitab-kitab tafsir yang menggunakan metode tafsir ini, antara lain:[16]
1)      Jami’ al-Bayan fy Tafsir al-Qur’an, karangan Imam Ibn Jarir Al-Thabary
2)      Ma’alim al-Tanzil yang dikenal dengan  Al-Tafsir al-Manqul, karangan Imam Al-Baghawy
3)      Madarik al –Tanzil wa Haqaiq al-Ta’wil, karangan Al-Ustadz Mahmud Al-Nasafy
4)      Anwar al-Tanzil wa Asrarnal-Ta’wil, karangan Al-Ustadz Al-Baydlawy
5)      Tafsir Al-Qur’an al-‘Adhim, karangan Imam Al-Tustury
6)      Haqaiq al-Tafsir, karangan Al-‘Allamah Al-Sulamy (w. 421 H)
7)      Ahkam Al-Qur’an, karangan Al-Jasshash (w. 370 H)
8)      Al-Jami’ li Al-Qurthuby (w. 671 H)
9)      Mafatih al-Ghaib, karangan Al-Fakhr Al-Razi (w. 606)
10)  At-Tafsir al-‘Ilm li al-Kauniyat al-Qur’an al-Karim, karya Hanafi Ahmad
11)  Al-Islam Yatahadda, karangan Al-‘Allamah Wahid al-Din Khan
12)  Tafsir al-Manar, karya Rasyid Ridha (w. 1345 H)
13)  Tafsir Al-Qur’an al-Karim, karya Mahmud Salthut
Dan masih banyak lagi contoh kitab yang berdasarka atau yang menggunakan metode tafsir tahlili ini.
D.      Kelebihan dan Kekurangan tafsir Tahlili
            Semua metode tafsir pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan, demikian halnya metode tafsir Tahlili, juga mempunyai kelebihan dan kekurangan. Sebagaimana manusia yang tidak lepas dari kelebihan dan kekurangan. Diantara kelebihan dan kekurangan metode Tahlili ini adalah:
1.           Kelebihan Metode Tafsir Tahlili:[17]
a)    Ruang lingkupnya luas. Penafsir dapat menggunakan dua bentuk, bil ma’tsuri atau bir ra’yi. Yang bir ra’yi juga bisa menggunakan corak sesuai dengan kecenderungan dan kehlian penafsir, yang ahli bahasa bisa menekankan pada aspek kebahasaannya, yang ahli qiraat bisa menekankan pada aspek qiraatnya, demikian juga ahli filsafat, tasawuf fan lain-lain.
b)   Memuat berbagai ide. Tafsir tahlili memberikankesenpatan seluas-luasnya bagi mufasir untuk menuangkan berbagai ide dan gagasannya dalam menafsirkan Al-Qur’an. Dengan dibukanya pintu selebar-lebarnya bagi mufasir untuk mengemukakan pemikirannya dalam menafsirkan Al-Qur’an, maka lahirlah berbagai kitab tafsir yang berjilid-jilid seperti tafsir at-Thabari (15 jilid), tafsir ruh al-ma’ani (16 jilid) tafsir Fakhr ar-Razi (17 jilid) al-Maraghi (10 jilid) dan lain-lain.
c)    Metode tahlili adalah merupakan metode tertua dalam sejarah penafsiran Al-Quran, karena metode ini telah digunakan sejak masa Nabi Muhammad SAW.
d)   Ayat-ayat al-Qur’an yang kita lihat sekarang urut-urutannya sesuai dengan mushaf  yang ternyata mempunyai hubungan atau kaitan munasabah yang erat sekali. Selain itu alur ceritanya pas atau nyambung walaupun beda ayat. Dalam hal ini justru penafsiran satu surat penuh akan menampilkan jalan cerita yang komplit dan berurutan.[18]
2.           Kekurangan Metode Tafsir Tahlili:[19]
a)    Menjadikan petunjuk Al-Qur’an parsial. Seperti halnya metode global, metode tahlili juga membuat petunjuk Al-Qur’an bersifat parsial atau terpecah-pecah. Sehingga terasa seakan-akan Al-Qur’an memberikan pedoman secara tidak komprehensif dan tidak konsisten karena penafsiran yang diberikan pada satu ayat berbeda dari penafsiran yang diberikan pada ayat-ayat lain yang sama dengannya. Terjadinya perbedaan tersebut terutama disebabkan oleh kurang diperhatikannya ayat-ayat lain yang mirip atau sama dengannya.
b)   Menghasilkan penafsiran yang subjektif. Sebagaimana telah diterangkan di atas, bahwa tafsir tahlili telah memberikan peluang yang luas kepada mufasir untuk mengemukakan ide-ide dan pemikirannya. Sehingga terkadang mufasir tidak sadar bahwa ia telah menafsirkan ayat Al-Qur’an secara subjektif, dan tidak mustahil juga ada diantara mereka yang menafsirkan Al-Qur’an sesuai dengan hawa nafsunya tanpa mengindahkan kaedah-kaedah dan norma-norma yang berlaku. Hal tersebut dapat terjadi juga karena berawal dari fanatisme mazhab yang terlalu mendalam.
c)    Masuknya pemikiran isra’iliyat. Dikarenakan tidak adanya pembatasan bagi para mufasir untuk menuangkan pemikirannya maka berbagai pemikiran dapat masuk kedalamnya tidak terkecuali pemikiran isra’iliyat. Sepintas lalu sebenarnya kisah-kisah isra’iliyat tidak ada persoalan, selama tidak dikaitkan dengan pemahaman Al-Qur’an. Tetapi bila dihubungkan dengan pemahaman kitab suci, timbul problem karena akan terbentuk  opini bahwa apa yang dikisahkan di dalam cerita ini merupakan maksud dari firman Allah SWT, padahal belum tentu cocok dengan apa yang dimaksudkan Allah dalam firman-Nya tersebut. Isra’iliyat adalh segala sesuatu yang bersumber dari kebudayaan yahudi atau nasrani, baik yang termaktub di dalam kitab Taurat, Injil dan penafsiran-panafsirannya maupun pendapat orang-orang yahudi atau nasrani mengenai ajaran agama mereka.[20]



BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Tafsir Tahlili merupakan suatu metode tafsir Al-Qur’an yang cara penafsirannya dilakukan secara detail dari setiap ayat-ayat yang ditafsir. Aspek yang dibahas dalam metode tafsir tahlili, yaitu kosa kata, lafadz, arti yang dikehendaki, dan sasaran yang dituju dari kandungan ayat yang ditafsir, yaitu unsur ijaz, balaghah, dan keindahan kalimat. Aspek pembahasan makna dari ayat yang ditafsir, meliputi hukum fikih, dalil syar’i, norma-norma akhlak, akidah atau tauhid, perintah, larangan, janji, ancaman, dan lain-lain. Selain itu juga mengemukakan tentang kaitan ayat-ayat dan relevansinya dengan surat sebelum dan sesudahnya.
Metode ini telah dibagi oleh beberapa ulama menjadi beberapa macam yaitu, tafsir ma’tsur, tafsir ra’i, tafsir Shufi, tafsir Fikih, tafsir Falsafi, tafsir ‘Ilmi, dan tafsir Adab Al-Ijtima’i. Semua bentuk atau corak dari metode tafsir tahlili di atas memiliki karakter tersendiri, namun metode penafsirannya sama yaitu dengan menggunakan metode tafsir tahlili.
Ciri-ciri dari metode tafsir tahlili, antara lain:
1)        Mufasir menafsirkannya ayat per ayat secara berurutan sesuai dengan urutan pada mushaf ustmani.
2)        Mufasir menjelaskan isi kandungan ayat-ayat Al-Qur’an secara konfrehensif dan menyeluruh.
3)        Tafsir ini dijelaskan secara pahjang lebar.
            Ada banyak contoh dari metode tafsir tahlili ini, baik itu contoh ayat yang ditafsirkan dengan menggunakan metode tafsir tahlili maupun contoh kitab, atau mufasir yang menggunakan metode tafsir tahlili dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Adapun contoh dari kitab yang menggunakan tafsir tahlili, yaitu kitab Jami’ al-Bayan fy Tafsir al-Qur’an, karangan Imam Ibn Jarir Al-Thabary, Ma’alim al-Tanzil yang dikenal dengan  Al-Tafsir al-Manqul, karangan Imam Al-Baghawy, dan masih ada banyak lagi contoh-contoh yang lain.
            Selain itu semua, metode tafsif tahlili ini juga memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari tafsir ini antara lain, ruang lingkupnya luas, memuat berbagai ide, metode tahlili adalah merupakan metode tertua dalam sejarah penafsiran Al-Quran, ayat-ayat al-Qur’an yang kita lihat sekarang urut-urutannya sesuai dengan mushaf, dan masih banyak lagi kelebihan dari tafsir ini. Selain kelebihan, adapun kelemahannya, yaitu Al-Qur’an sebagai petunjuk terlihat menjadi parsial, menghasilkan penafsiran yang subyektif, masuknya pemikiran isra’iliat, dan lain-lain.
            Demikianlah makalah dari kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan tentunya bagi penulis itu sendiri. Kritikan dan saran akan kami tunggu demi bertambah baiknya makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA


a)    Kholis, Nur,  Pengantar Al-Qur’an dan Hadits, Yogyakarta :  Sukses     Offset,             2008.
b)   Baidan, Nashruddin, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, Yogyakarta:Glaguh      UH W/343, 1998.
c)     Al-‘Aridl,‘Ali Hasan, Sejarah dan Metodologi Tafsir, Jakarta: PT Raya Grafindo Persada, 1994.
d)   IAIN SYARIF HIDAYATULLAH,  Pengembangan dan Pengajaran Tafsir   di Perguruan Tinggi Agama, Jakarta, 1992.
e)    Suryadilaga, M. Al Fatih, dkk,  Metodologi Ilmu Tafsir , Yogyakarta: TERAS, 2005.
f)    Nasution, Khoiruddin, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta : ACAdeMIA +       TAZZAFA, 2009.
g)   Shihab, M. Quraish, Metode Penyusunan Tafsir yang Berorientasi pada Sastra, Budaya, dan Kemasyarakatan [Makalah], Ujung Padang:             IAIN Alaudin, 1984.




                [1]  M. Alfatih Suryadilaga,dkk, Metodolodi Ilmu Tafsir, (Yogyakarata: TERAS, 2005), hlm.38        
                [2]  Nashruddin Ba’idan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, (Yogyakarta: Glaguh UHIV), hlm.31
                [3] ‘Ali Hasan Al-‘Aridl, Sejarah dan MetodologiTafsir, (Jakarta: PT  Raja Grafindo Persada,1994 ), hlm. 41
                [4] Nur Kholis, Pengantar Al-Qur’an dan Hadis, (Yogyakarta: Sukses offset, 2008), hlm.147
                [5] ‘Ali Hasan Al-‘Aridl, Sejarah dan MetodologiTafsir, (Jakarta: PT  Raja Grafindo Persada,1994 ), hlm.42
                [6] Nur Kholis, Pengantar Al-Qur’an dan Hadis, (Yogyakarta: Sukses offset, 2008), hlm.144
                [7] Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta: ACAdeMIA+TAZZAFA,2009), hlm.133
                [8] ‘Ali Hasan Al-‘Aridl, Sejarah dan MetodologiTafsir, (Jakarta: PT  Raja Grafindo Persada,1994 ), hlm.55
                [9]  Ibid., hlm.55-57
                [10]  Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta: ACAdeMIA+TAZZAFA,2009), hlm.134
                [11] ‘Ali Hasan Al-‘Aridl, Sejarah dan MetodologiTafsir, (Jakarta: PT  Raja Grafindo Persada,1994 ), hlm.60
                [12]  Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta: ACAdeMIA+TAZZAFA,2009), hlm.134
                [13] Nur Kholis, Pengantar Al-Qur’an dan Hadis, (Yogyakarta: Sukses offset, 2008), hlm.149
                [14] Ibid., hlm.149
                [15] ‘Ali Hasan Al-‘Aridl, Sejarah dan MetodologiTafsir, (Jakarta: PT  Raja Grafindo Persada,1994 ), hlm. 43-70
                [16] ‘Ali Hasan Al-‘Aridl, Sejarah dan MetodologiTafsir, (Jakarta: PT  Raja Grafindo Persada,1994 ), hlm.48-68
                [17]  Nashruddin Ba’idan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, (Yogyakarta: Glaguh UHIV), hlm.53-60
                [18] IAIN SYARIF HIDAYATULLAH, Pengembangan dan Pengajaran Tafsir di Perguruan Tinggi Agama, (Jakarta, 1992), hlm. 36
                [19] Nur Kholis, Pengantar Al-Qur’an dan Hadis, (Yogyakarta: Sukses offset, 2008), hlm. 152-154
                [20]  M. Quraish Shihab, Metode Penyusunan Tafsir yang Berorientasi pada Sastra, Budaya, dan Kemasyarakatan [Makalah], (Ujung Padang: IAIN Alaudin, 1984), hlm.64

Tidak ada komentar: