BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Al-Qur’an adalah
kallamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman hidup umat
manusia agar bisa selamat di dunia dan di akhirat. Maka dari itu, kita sebagai
umat manusia harus bisa memahami isi kandungan ayat-ayat Al-Qur’an agar dapat
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk bisa memahami isi kandungannya
lahirlah ilmu tafsir.
Ilmu tafsir menurut
beberapa ulama dibagi menjadi empat macam yaitu, tafsir Tahlili, tafsir Ijmali,
tafsir Muqaran, dan tafsir Mawdlu’i. Namun, yang akan kita bahas
kali ini yaitu tentang tafsir Tahlili.
Tafsir Tahlili
adalah ilmu tafsir yang menafsirkan Al-Qur’an secara detail dari mulai ayat
demi ayat, surat demi surat ditafsirkan secara berurutan, selain itu juga
tafsir ini mengkaji Al-Qur’an dari semua segi dan maknanya. Tafsir ini juga
lebih sering digunakan daripada tafsir-tafsir yang lainnya.
Beberapa ulama membagi
tafsir Tahlili menjadi beberapa macam yaitu, tafsir ma’tsur, tafsir ra’yi,
tafsir Shufi, tafsir Fikih, tafsir Falsafi, tafsir ‘Ilmi,
dan tafsir Adab Al-Ijtima’i.
B.
Rumusan Masalah
Ø Apa metode tafsir Tahlili itu
Ø Apa
ciri-ciri dari tafsir Tahlili
Ø Contoh
tafsir Tahlili
Ø Apa
kelebihan dan kekurangan tafsir Tahlili
C. Tujuan Penulisan
ü Memahami
definisi dari tafsir Tahlili
ü Mengetahui
ciri-ciri tafsir Tahlili
ü Mengetahui
kelebihan dan kekurangan tafsir Tahlili
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Tafsir Tahlili
Sebelum kita mendefinisikan tentang metode tafsir Tahlili,
ada baiknya kita mendefinisikan pengertian dari metodologi tafsir itu sendiri.
Metodologi tafsir adalah suatu pengetahuan mengenai cara yang ditempuh dalam
menelaah, membahas, dan merefleksikan kandungan ayat-ayat Al-Qur’an secara
apresiatif berdasarkan kerangka konseptual tertentu sehingga menghasikan suatu
karya tafsir yang representatif.[1] Orang yang menafsirkan
ayat-ayat Al-Qur’an disebut mufasir. Metode tafsir oleh para ulama dibagi
menjadi empat macam, yaitu Tafsir Tahlily,
Tafsir Ijmaly, Tafsir Muqaran, Tafsir Mawdlu’y.
Dari beberapa macam metode tafsir di
atas, yang kita akan bahas kali ini adalah tentang tafsir Tahlili. Tafsir Tahlili
merupakan metode tafsir ayat-ayat Al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang
terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan
makna-makna yang tercakup di dalamnya, sesuai dengan keahlian dan kecenderungan
mufasir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.[2]
Selain itu, ada juga yang
menyebutkan tafsir tahlili adalah
tafsir yng mengkaji ayat-ayat Al-Qur’an dari segala segi dan maknanya. Seorang
pengkaji dengan metode ini menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, ayat demi ayat dan
surat demi surat, sesuai dengan urutan dalam mushhaf Utsmany. Untuk itu
ia menguraikan kosa kata dan lafadz, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran
yang dituju dan kandungan ayat, yaitu unsur i’jaz, balaghah dan keindahan susunan
kalimat, menjelaskan apa yang diistinbathkan dari ayat, yaitu hukum
fikih, dalil syar’i, arti secara bahasa, norma-norma akhlak, aqidah atau
tauhid, perintah, larangan, janji, ancaman, haqiqat, majaz, kinayah, dan
isti’arah.[3]
Di samping itu juga mengemukakan kaitan antara ayat-ayat dan relevansinya
dengan surat sebelum dan sesudahnya (Ali Hasan ‘Arid, 1994:41)[4]. Dengan
demikian sebab nuzul ayat atau sebab-sebab turun ayat, Hadits-hadits Rosulloh
SAW dan pendapat para sahabat dan tabi’in-tabi’in sangat dibutuhkan.
Maka, tafsir tahlili
merupakan ilmu tafsr yang menafsirka ayat-ayat Al-Qur’an secara berurutan
dari ayat per ayat sesuai urutan pada mushaf utsmani, menjelaskan setiap
ayatnya secara detail yang meliputi beberapa hal antara lain, isi kandungan
ayatnya, asbab al nuzulnya, dan lain-lain.
Metode tafsir Tahlili ini
sering dipergunakan oleh kebanyakan ulama pada masa-masa dahulu. Namun,
sekarangpun masih digunakan. Para ulama ada yang mengemukakan kesemua hal
tersebut di atas dengan panjang lebar(ithnab), sepeti Al-Alusy, Al-Fakhr
Al-Razy, Al-Qurthuby dan Ibn Jarir Al-Thabary. Ada juga yang menemukakan secara
singkat(ijaz), seperti Jalal al-Din Al-Shuyuthy, Jalal al-Din Al-Mahally
dan Al-Sayyid Muhammad Farid Wajdi. Ada pula yang mengambil pertengahan (musawah),
seperti Imam Al-Baydlawy, Syeikh Muhammad ‘Abduh, Al-Naysabury, dll. Semua
ulama di atas sekalipun mereka sama-sama menafsirkan Al-Qur’an dengan
menggunakan metode Tahlili, akan tetapi corak Tahlili
masing-masing berbeda.[5]
Para ulama telah membagi wujud metode tafsir Tahlili
menjadi tujuh macam, yaitu tafsir bil Ma’tsuri, tafsir bir Ra’yi,
tafsir Shufi, tafsir Fikih, tafsir Falsafi, tafsir ‘Ilmi,
tafsir Adab al-ijtimi’i.
1) Tafsir
Tahlili bentuk Ma’tsuri / tafir bi al-Ma’tsuri (riwayat)
Tafsir bil Ma’tsuri yaitu menafsirkan ayat-ayat
Al-Qur’an dengan ayat-ayat lain, dengan sunnah nabi SAW, dengan pendapat
sahabat nabi SAW, dan dengan perkataan
tabi’in. Menurut Subhi as-Shalih, bentuk tafsir seperti ini sangat
rentan terhadap masuknya pendapat-pendapat di luar islam, seperti kaum zindiq
Yahudi, Parsi, dan Parsi, dan masuknya hadits-hadits yang tidak shahih(Subhi as
Shahih, t.th)[6]
2) Tafsir
Tahlili Bentuk bir Ra’yi / tafsir bi al-Ra’yi
Tafsir bir Ra’yi merupakan cara penafsiran Al-Qur’an
dengan dan penalaran dari mufasir itu sendiri. Mufasir dalam metode ini diberi kebebasan
dalam berpikir untuk menafsirkan Al-Qur’an. Hal tersebut tentu dibatasi oleh
kaidah-kaidah penafsiran Al-Qur’an, agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang
dalam menafsirkan Al-Qur’an.
3) Tafsir
Tahlily Bentuk Shufi
Tafsir Shufi mulai berkembang ketika ilmu-ilmu agama
dan sains mengalami kemajuan pesat serta kebudayaan Islam tersebar di seliruh
pelosok dunia dan mengalami kebangkitan dalam segala seginya. Tafsir ini lebih
menekankan pada aspek dan dari sudut esoterik atau isyarat-isyarat yang
tersirat dari ayatnoleh para tasauf.[7] Metode
bentuk ini dibagi menjadi dua yaitu, teoritis dan praktis.[8]
Dalam bentuk teoritis, mufasir menafsirkan
Al-Qur’an dengan menggunakan mazhabnya
dan sesuai dengan ajaran-ajaran mereka. Mereka menta’wilkan ayat-ayat Al-Qur’an
dengan penjelasan yang menyimpang dari pengertian tekstual yang telah dikenal dan
didukung oleh dalili Syar’i. Sedangkan dalam bentuk praktis, mufasir
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan berdasarkan isyarat-isyara tersembunyi.[9]
4. Tafsir Tahlili Bentuk Fikih
Tafsir Fikih adalah tafsir yang
menekankan pada tinjauan hukum dari ayat yang di tafsirkan.[10]
Tafsir ini banyak di temukan dalam kitab-kitab fikih yang dikarang oleh
imam-imam dari berbagai mazhab yang berbeda.[11]
5. Tafsir
Tahlili Bentuk Falsafi
Tafsir
Falsafi merupakan ilmu tafsir yang menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan
pendekatan filsafat. Pendekat filsafat yang digunakan adalah pendekatan yang berusaha melakukan sintesis
dan siskretisasi antara teori-teori filsafat dengan ayat-ayat Al-Qur’an, selain
itu juga menggunakan pendekatan yang berusaha menolak teori-teori filsafat yang dianggap
bertentangan dengan ayat-ayat Al-Qur’an.[12]
6. Tafsir Tahlili Bentuk ‘Ilmi
Tafsir
ini mulai muncul akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat,
sehingga tafsir ini dalam menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan
almiah atau dengan menggunakan teori-teori ilmu pengetahuan. Dalam tafsir ini
mufasir berusaha mengkaji Al-Qur’an dengan dikaitkan dengan gejala atau
fenomena-fenomena yang terjadi di alam semesta ini. Namun, yang sangat
disayangkan adalah pada tafsir ini terbatas pada ayat-ayat tertentu dan
bersifat parsial, terpisah dengan ayat-ayat lain yang berbicara pada masalah
yang sama.[13]
7. Tafsir Tahlili Bentuk Adab Al-Ijtima’i
Adab Al Ijtima’i
Tafsir
adalah suatu metode tafsir yang coraknya menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat
Al-Qur’an yang brkaitan dengan langsung dengan kehidupan kemasyarakatan, serta
usaha-usaha untuk menanggulangi penyakit-penyakit atau masalah-masalah
kemasyarakatan berdasarkan petunjuk Al-Qur’an dengan mengemukakannya
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan indah didengar(Quraish Shihab,
1997:73).[14]
Jadi,
metode tafsir tahlili ini dibagi oleh beberapa ulama menjadi beberapa
macam, yaitu tafsir bi al-Ma’tsuri, bi al-Ra’yi, Shufi, Fikih, Falsafi,
‘Ilmi, dan Adab al-Ijtima’i. Semua bentuk tafsir tahlili memiliki
ciri khasnya sendiri-sendiri. Tafsir bi al ma’tsuri adalah tafsir yang
penafsirannya dengan menggunakan ayat-ayat lain, riwayah nabi SAW, sahabat, dan
tabi’in. Tafsir bi al ra’yi adalah tafsir yang penafsirannya menggunakan
metode ijtihad dan penalaran. Tafsir shufi adalah tafsir yang
menekankan pada isyarat-isyarat yang terdapat pada ayat yang dikemukakan oleh
tasauf. Tafsir fikih adalah tafsir yang menekankan pada tinjauan hukum dari
ayat yang ditafsir. Tafsir falsafi adalah tafsir yang menafsirkan Al-Qur’an
dengan pendekatan filsafat. Tafsir ‘ilmu adalah tafsir yang menggunakan
pendekatan ilmiah atau teori-teori ilmu pengetahuan. Dan yang terakhir tafsir adab
al-ijtima’i adalah tafsir yang menjelaskan kepada hubungan dengan
kemasyarakatan.
B. Ciri-ciri
Tafsir Tahlili
Metode Tafsir tahlili mamiliki ciri khusus yang
membedakannya dari metode tafsir lainnnya, cirri-cari tersebut adalah :
1. Mufasir menafsirkan ayat per ayat sesuai
dengan urutan dalam mushaf ustmani,
yaitu dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri oleh surat An-Nas.
2. Mufasir menjelaskan makna yang
terkandung dalam Al-Qur’an secara
komprehensif dan menyeluruh, baik makna harfiah setiap kata maupun asbabun nuzulnya.
3.
Bahasa yang
digunakan metode tahlili tidak sesederhana yang dipakai metode
tafsir ijmali.
C. Contoh-contoh Tafsir Tahlili
Ada cukup banyak contoh tafsir tahlili, antara lain:[15]
Ø Contoh tafsir tahlili dalam bentuk bi
al-ma’tsuri yang menafsirka Al-Qur’an dengan hadits-hadits yang
diriwayatkan oleh Rasullullah SAW untuk menjelaskan sebagian kesulitan yang
ditemui oleh para sahabat semasa Rasulullah SAW masih hidup. Seperti penafsiran
hadits Rasulullah SAW terhadap pengertian الغضو ب عليهم dan الضا لين (Q.S. 1:7), penjelasan beliau tentang firman
Allah الذ ين
امنواولم يلبسواايمانهم بظلم (Q.S. 6:82) dan firman Allah يايهاالذين
امنوااتقواالله حق تقاته (Q.S. 3:102) dan lain-lain.
Ø Contoh yang dalam bentuk shufi, yaitu
Al-Alusy berkata tentang isyarat yang diberikan oleh firman Allah (Q.S.
2:45), sebagai berikut واستعينوابالصبروالصلوة
وانها لكبيرةالاعلى الخشعين
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu.
Dan sesungguhnya yang demikian itu berat, kecuali bagi orang-orang yang
khusu’”.
Bahwa shalat adalah sarana untuk memusatkan dan
mengkonsentrasikan hati untuk menangkap tajally (penampakan diri) Allah
dan hal ini sangat berat, kecuali bagi orang-orang yang luluh dan lunak hatinya
untuk menerima cahaya-cahaya dari tajally-tajally Allah yang amat halus
dan menangkap kekuasaan-Nya yang perkasa. Merekalah orang-orang yang yakin,
bahwa mereka benar-benar berada di hadapan Allah dan hanya kepada-Nyalah mereka
kembali, dengan menghancurkan sifat-sifat kemanusiaan mereka (fana’) dan
meleburkannya ke dalam sifat-sifat Allah (baqa’), sehingga mereka tidak
menemukan selain eksistensi Allah sebagai Raja yang Maha Halus dan Maha
Perkasa.
Dari
beberapa contoh di atas, kita dapat mengetahui bahwa tafsir tahlili itu
menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an sesuai
dengan bentuknya atau mempunyai karakter tersendiri.Selain itu, masih ada
banyak lagi contoh dari tafsir tahlili.
Ada cukup banyak contoh kitab-kitab tafsir yang
menggunakan metode tafsir ini, antara lain:[16]
1)
Jami’ al-Bayan fy Tafsir al-Qur’an, karangan Imam Ibn Jarir Al-Thabary
2)
Ma’alim al-Tanzil yang
dikenal dengan Al-Tafsir al-Manqul,
karangan Imam Al-Baghawy
3)
Madarik al –Tanzil wa Haqaiq al-Ta’wil, karangan Al-Ustadz Mahmud Al-Nasafy
4)
Anwar al-Tanzil wa Asrarnal-Ta’wil, karangan Al-Ustadz Al-Baydlawy
5)
Tafsir Al-Qur’an al-‘Adhim, karangan Imam Al-Tustury
6)
Haqaiq al-Tafsir, karangan
Al-‘Allamah Al-Sulamy (w. 421 H)
7)
Ahkam Al-Qur’an, karangan
Al-Jasshash (w. 370 H)
8)
Al-Jami’ li Al-Qurthuby (w. 671 H)
9)
Mafatih al-Ghaib, karangan
Al-Fakhr Al-Razi (w. 606)
10) At-Tafsir al-‘Ilm li
al-Kauniyat al-Qur’an al-Karim, karya Hanafi Ahmad
11) Al-Islam Yatahadda, karangan Al-‘Allamah Wahid al-Din Khan
12) Tafsir al-Manar, karya Rasyid Ridha (w. 1345 H)
13) Tafsir Al-Qur’an al-Karim,
karya Mahmud Salthut
Dan masih banyak lagi contoh kitab yang berdasarka
atau yang menggunakan metode tafsir tahlili ini.
D. Kelebihan dan Kekurangan tafsir Tahlili
Semua metode tafsir pasti mempunyai kelebihan dan
kekurangan, demikian halnya metode tafsir Tahlili, juga mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Sebagaimana manusia yang tidak lepas dari kelebihan dan kekurangan.
Diantara kelebihan dan kekurangan metode Tahlili ini adalah:
1.
Kelebihan
Metode Tafsir Tahlili:[17]
a)
Ruang lingkupnya luas. Penafsir
dapat menggunakan dua bentuk, bil ma’tsuri atau bir ra’yi. Yang bir ra’yi juga
bisa menggunakan corak sesuai dengan kecenderungan dan kehlian penafsir, yang
ahli bahasa bisa menekankan pada aspek kebahasaannya, yang ahli qiraat bisa
menekankan pada aspek qiraatnya, demikian juga ahli filsafat, tasawuf fan
lain-lain.
b)
Memuat berbagai ide. Tafsir tahlili
memberikankesenpatan seluas-luasnya bagi mufasir untuk menuangkan berbagai ide
dan gagasannya dalam menafsirkan Al-Qur’an. Dengan dibukanya pintu
selebar-lebarnya bagi mufasir untuk mengemukakan pemikirannya dalam menafsirkan
Al-Qur’an, maka lahirlah berbagai kitab tafsir yang berjilid-jilid seperti
tafsir at-Thabari (15 jilid), tafsir ruh al-ma’ani (16 jilid)
tafsir Fakhr ar-Razi (17 jilid) al-Maraghi (10 jilid) dan
lain-lain.
c)
Metode tahlili adalah
merupakan metode tertua dalam sejarah penafsiran Al-Quran, karena metode ini
telah digunakan sejak masa Nabi Muhammad SAW.
d)
Ayat-ayat al-Qur’an yang kita lihat
sekarang urut-urutannya sesuai dengan mushaf yang ternyata mempunyai hubungan atau kaitan munasabah
yang erat sekali. Selain itu alur ceritanya pas atau nyambung walaupun beda
ayat. Dalam hal ini justru penafsiran satu surat penuh akan menampilkan jalan cerita
yang komplit dan berurutan.[18]
2.
Kekurangan
Metode Tafsir Tahlili:[19]
a)
Menjadikan petunjuk Al-Qur’an
parsial. Seperti halnya metode global, metode tahlili juga membuat petunjuk
Al-Qur’an bersifat parsial atau terpecah-pecah. Sehingga terasa seakan-akan Al-Qur’an
memberikan pedoman secara tidak komprehensif dan tidak konsisten karena
penafsiran yang diberikan pada satu ayat berbeda dari penafsiran yang diberikan
pada ayat-ayat lain yang sama dengannya. Terjadinya perbedaan tersebut terutama
disebabkan oleh kurang diperhatikannya ayat-ayat lain yang mirip atau sama
dengannya.
b)
Menghasilkan penafsiran yang
subjektif. Sebagaimana telah diterangkan di atas, bahwa tafsir tahlili telah
memberikan peluang yang luas kepada mufasir untuk mengemukakan ide-ide dan pemikirannya.
Sehingga terkadang mufasir tidak sadar bahwa ia telah menafsirkan ayat
Al-Qur’an secara subjektif, dan tidak mustahil juga ada diantara mereka yang
menafsirkan Al-Qur’an sesuai dengan hawa nafsunya tanpa mengindahkan
kaedah-kaedah dan norma-norma yang berlaku. Hal tersebut dapat terjadi juga
karena berawal dari fanatisme mazhab yang terlalu mendalam.
c)
Masuknya pemikiran isra’iliyat.
Dikarenakan tidak adanya pembatasan bagi para mufasir untuk menuangkan
pemikirannya maka berbagai pemikiran dapat masuk kedalamnya tidak terkecuali
pemikiran isra’iliyat. Sepintas lalu sebenarnya kisah-kisah isra’iliyat tidak
ada persoalan, selama tidak dikaitkan dengan pemahaman Al-Qur’an. Tetapi bila
dihubungkan dengan pemahaman kitab suci, timbul problem karena akan
terbentuk opini bahwa apa yang
dikisahkan di dalam cerita ini merupakan maksud dari firman Allah SWT, padahal
belum tentu cocok dengan apa yang dimaksudkan Allah dalam firman-Nya tersebut.
Isra’iliyat adalh segala sesuatu yang bersumber dari kebudayaan yahudi atau
nasrani, baik yang termaktub di dalam kitab Taurat, Injil dan
penafsiran-panafsirannya maupun pendapat orang-orang yahudi atau nasrani
mengenai ajaran agama mereka.[20]
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tafsir Tahlili
merupakan suatu metode tafsir Al-Qur’an yang cara penafsirannya dilakukan
secara detail dari setiap ayat-ayat yang ditafsir. Aspek yang dibahas dalam
metode tafsir tahlili, yaitu kosa kata, lafadz, arti yang dikehendaki, dan
sasaran yang dituju dari kandungan ayat yang ditafsir, yaitu unsur ijaz,
balaghah, dan keindahan kalimat. Aspek pembahasan makna dari ayat yang
ditafsir, meliputi hukum fikih, dalil syar’i, norma-norma akhlak, akidah atau
tauhid, perintah, larangan, janji, ancaman, dan lain-lain. Selain itu juga
mengemukakan tentang kaitan ayat-ayat dan relevansinya dengan surat sebelum dan
sesudahnya.
Metode ini telah dibagi
oleh beberapa ulama menjadi beberapa macam yaitu, tafsir ma’tsur, tafsir ra’i,
tafsir Shufi, tafsir Fikih, tafsir Falsafi, tafsir ‘Ilmi, dan tafsir Adab Al-Ijtima’i.
Semua bentuk atau corak dari metode tafsir tahlili di atas memiliki
karakter tersendiri, namun metode penafsirannya sama yaitu dengan menggunakan metode
tafsir tahlili.
Ciri-ciri dari metode
tafsir tahlili, antara lain:
1)
Mufasir
menafsirkannya ayat per ayat secara berurutan sesuai dengan urutan pada mushaf ustmani.
2)
Mufasir
menjelaskan isi kandungan ayat-ayat Al-Qur’an secara konfrehensif dan
menyeluruh.
3)
Tafsir ini
dijelaskan secara pahjang lebar.
Ada banyak contoh dari metode tafsir
tahlili ini, baik itu contoh ayat yang ditafsirkan dengan menggunakan
metode tafsir tahlili maupun contoh kitab, atau mufasir yang menggunakan
metode tafsir tahlili dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Adapun contoh
dari kitab yang menggunakan tafsir tahlili, yaitu kitab Jami’ al-Bayan fy Tafsir al-Qur’an, karangan Imam Ibn Jarir Al-Thabary, Ma’alim
al-Tanzil yang dikenal dengan Al-Tafsir al-Manqul, karangan Imam
Al-Baghawy, dan masih ada banyak lagi contoh-contoh yang lain.
Selain
itu semua, metode tafsif tahlili ini juga memiliki beberapa kelebihan
dan kekurangan. Kelebihan dari tafsir ini antara lain, ruang
lingkupnya luas, memuat berbagai ide, metode tahlili adalah merupakan
metode tertua dalam sejarah penafsiran Al-Quran, ayat-ayat al-Qur’an yang kita
lihat sekarang urut-urutannya sesuai dengan mushaf, dan masih banyak
lagi kelebihan dari tafsir ini. Selain kelebihan, adapun kelemahannya, yaitu
Al-Qur’an sebagai petunjuk terlihat menjadi parsial, menghasilkan penafsiran yang
subyektif, masuknya pemikiran isra’iliat, dan lain-lain.
Demikianlah makalah dari kami,
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan tentunya bagi penulis itu
sendiri. Kritikan dan saran akan kami tunggu demi bertambah baiknya makalah
ini.
DAFTAR
PUSTAKA
a) Kholis,
Nur, Pengantar
Al-Qur’an dan Hadits, Yogyakarta : Sukses Offset,
2008.
b) Baidan,
Nashruddin, Metodologi Penafsiran
Al-Qur’an, Yogyakarta:Glaguh UH
W/343, 1998.
c) Al-‘Aridl,‘Ali Hasan, Sejarah dan Metodologi Tafsir, Jakarta: PT Raya Grafindo Persada, 1994.
d) IAIN
SYARIF HIDAYATULLAH, Pengembangan dan Pengajaran Tafsir di
Perguruan Tinggi Agama, Jakarta, 1992.
e) Suryadilaga,
M. Al Fatih, dkk, Metodologi Ilmu Tafsir , Yogyakarta: TERAS, 2005.
f) Nasution,
Khoiruddin, Pengantar Studi Islam,
Yogyakarta : ACAdeMIA + TAZZAFA, 2009.
g) Shihab,
M. Quraish, Metode Penyusunan Tafsir yang Berorientasi pada Sastra, Budaya, dan Kemasyarakatan [Makalah],
Ujung Padang: IAIN Alaudin,
1984.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar